Denpasar, Senin 30 Juni 2025
Pembiaran Berujung Kasus
Akademisi Universitas Udayana, Prof. Made Arya Utama, SH., M.Hum.,
Bali, indonesiaexpose.co.id – Fenomena maraknya bangunan yang berdiri tanpa mengantongi izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di Provinsi Bali semakin banyak dan meresahkan warga.
Selain dianggap melanggar peraturan daerah, keberadaan bangunan-bangunan ilegal ini juga menimbulkan berbagai kekhawatiran terkait tata ruang, keamanan, dan potensi dampak lingkungan.
Akademisi Universitas Udayana, Prof. Made Arya Utama, SH., M.Hum., menyampaikan pandangan kritis dan solutif untuk mengatasi persoalan tata ruang di Bali.
Menurut Prof. Arya, pendekatan penegakan hukum di Bali harus mulai bertransformasi dari model “top-down” menjadi “penegakan hukum partisipatif”. Artinya, tidak hanya mengandalkan. tindakan dari otoritas pusat, tetapi juga melibatkan seluruh elemen pemerintahan hingga tingkat lingkungan-termasuk kepala lingkungan dan masyarakat.
Prof. Arya menegaskan bahwa pembangunan ilegal tidak mungkin muncul seketika seperti dongeng “Roro Jonggrang. Ada proses panjang
yang bisa diawasi sejak awal.
“Orang membangun pasti butuh waktu dan persiapan. Kalau ada material dikumpulkan, itu sudah bisa jadi alarm awal. Nah, kalau sejak awal
dicek, akan jelas apakah ada izin atau tidak,” tambahnya.
la mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap aturan tata ruang sejatinya adalah bentuk pengabaian terhadap kesepakatan masyarakat yang telah dituangkan dalam Peraturan Daerah.
Tata ruang bukan sekadar peraturan pemerintah, melainkan hasil konsensus bersama rakyat melalui wakilnya di DPRD.
Mengutip Pasal 73 Undang-Undang Nomor 26Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Prof. Arya menyebutkan bahwa pejabat yang mengeluarkan
izin bertentangan dengan tata ruang dapat diberhentikan dari jabatannya .
Aturan ini menunjukkan bahwa setiap keputusan pemerintah harus selaras dengan hukum demi perlindungan masyarakat luas.
“Kadang, ketika ada bencana atau kerusakan lingkungan,masyarakat baru menyalahkan pemerintah. Padahal saat membangun, banyak yang tak melaporkan atau melewati izin. Padahal aturan dibuat untuk lindungi rakyat,” katanya.
la juga mengingatkan bahwa sektor pariwisata Bali sangat rentan terhadap dampak buruk dari pembangunan yang tak terkendali, apalagi jika informasi negatif atau hoaks tersebar luas.
Menutup pernyataannya, Prof. Arya mengajak seluruh pemangku kepentingan, terutama legislatif, untuk konsisten menjaga tata ruang Bali, la juga mendorong aparat penegak hukum agar bekerja sesuai aturan yang borlaku agar mendapat perlindungan hukum secara penuh.
“Kalau penegak hukum bekerja berdasarkar hukum, maka yang bertanggung jawab adalah negara. Tapi kalau melanggar hukum, maka tanggung jawab pribadi. Jangan sampai hanya karena kelalaian, Bali yang kita cintai ini rusak,” ujarnya.
Sementara Gubenur Koster di Tanya terkait pembongkaran bangunan liar di kawasan Pantai Bingin dan Step Up mengatakan, pihaknya sudah kordinasi dengan Penkab Badung.
” Untuk pembongkaran itu harus sesuai prosedur seperti SP1 untuk mengosongkan tempat usaha , jika sampai SP3 tidak ada tindakan baru kami lakukan eksekusi sesuai aturan,” terang Koster di Denpasar, Senin (30/6/2025).
(080)