Denpasar, Senin 19 Mei 2025
Komisi I DPRD Bali, Penyerobotan Tanah Negara di Kawasan Pantai Bingin Pecatu Badung harus ada Sanksi
DPRD Bali gelar rapat tindak lanjud Sidak terkait Bangunan ilegal di Kawasan Pantai Bingin dan Step Up.di Ruang Rapat Gabungan Lt. III DPRD Prov. Bali, Senin (19/5/2025) siang.
Bali, indonesiaexpose.co.id – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali bakal memanggil sejumlah pengelola usaha akomodasi wisata tak berizin di tebing Pantai Bingin, Pecatu, Kuta Selatan, Badung, Bali.
Sebelumnya, Komisi I DPRD Bali melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke beberapa vila di tebing Pantai Bingin, Pecatu, pada Selasa (6/5/2025) lalu. Dari hasil itu, dewan mendapatkan beberapa vila ,Hotel dan restoran yang berdiri di atas tanah negara tanpa izin alias ilegal.
Dalam rapat , DPRD Bali segera menyusun jadwal pemanggilan terhadap sejumlah pemilik Hotel, vila dan restoran tak berizin itu. Menurutnya, dewan akan memberikan rekomendasi terkait sanksi setelah pengelola akomodasi wisata yang melanggar itu memberikan klarifikasi.
Rapat digelar untuk menindaklanjuti Hasil Kunjungan terkait Permasalahan Bangunan Liar yang berada di Kawasan Pantai Bingin Badung.
Kita akan dengar dari para pemilik vila dan restoran yang menempati tanah negara di pantai Bingin. Dari sana baru bisa diambil sikap terkait masalah yang ada,” terang Ketua Komisi I DPRD Bali I Nyoman Budi Utama dalam pertemuan dengan dinas terkait, di Ruang Rapat Gabungan Lt. III DPRD Prov. Bali, Senin (19/5/2025) siang.
Menurut Budi Utama ada puluhan pengusaha vila dan restoran yang menempati tanah negara di daerah tersebut. Bahkan ada yang sudah belasan tahun menguasai tanah tersebut.
Budiutama menyebut pemilik vila dan restoran di kawasan tersebut mencapai puluhan orang, termasuk warga negara asing (WNA). Berdasarkan laporan yang dia terima, salah satu bangunan vila di tanah negara itu bahkan sudah berusia sekitar 15 tahun.
Dewan belum dapat menghitung kerugian akibat pemanfaatan tanah negara tersebut. Meski begitu, dewan bakal menelusuri keberadaan usaha akomodasi wisata di kawasan lainnya. Penertiban usaha tak berizin bertujuan itu untuk memastikan sumber pendapatan daerah dari sektor pajak tidak bocor.
Wakil Ketua Komang Nova Sewi Putra mengatakan, berdasarkan data, ada 33 WNI dan 6 WNA yang memiliki bangunan vila maupun restoran di sana, kalau memang terjadi pelanggaran penyerobotan tanah negara maka harus ada sanksi. Bahkan bisa pembongkaran terhadap bangunan yang tanpa izin.
Dalam rapat tersebut muncul banyak pertanyaan terkait pembangunan yang sudah bertahun-tahun tanpa izin terkesan seolah ada pembiaran. Mestinya kalau melanggar harus dibongkar.
Sementara Made Supartha komisi I DPRD Bali menambahkan, Penguasaan tanah negara tanpa izin sebagai tempat usaha juga merugikan negara karena mereka tidak membayar pajak.
“Berdasarkan data, bangunan tersebut menggunakan tanah negara. Ini sudah masuk pelanggaran. Nanti setelah oendalaman baru kita bisa menentukan sanksi administartif atau pembongkaran, jelasnya.
I Made Suparta menilai terjadi ‘ Disparitas ‘ atas pembangunan di Pantai Bingin dan Stan Up di Pecatu ,Kab.Badung Selatan yang sama-sama membangunan di tepi pantai dan tebing.
“Mengapa ada disparitas, mengapa ada pengecualian, dan mengapa ada pembenaran,” ujar Politisi PDIP asal Tabanan menanyakan.
Apa yang harus kita lakukan untuk mengawasi pembangunan yang melanggar ‘PERDA’ dan ini sudah jelas sanksinya hukuman pidana 3 th.Membangun di pinggir jurang itu sudah jelas melanggar ‘ Sempedan ‘.
Menurutnya, perlu ada kajian mendalam atas peristiwa ini. Dirinya ingin melibatkan pihak ketiga dalam rapat yang akan datang sebagai pembanding. Untuk mengetahui mana yang benar dan salah.
“Kita libatkan ahli lingkungan, ahli pesisir dan ahli pulau-pulau kecil untuk hadir sebagai pembanding nanti,” pungkasnya.
Rapat yang dipimpin Ketua Komisi I, Nyoman Budi Utama dan dihadiri Wakil Ketua III DPRD Bali, I Komang Nova Sewi Putra, anggota Komisi I, Kepala Satpol PP Bali, BPN Bali, BPN Badung, Imigrasi, Dinas Perijinan Kab.Badung dan instansi terkait.
Dalam rapat tersebut banjir masukan dari anggota Komisi I, karena adanya perbedaan antara aturan di kabupaten dengan provinsi sehingga rapat perlu dilakukan pendalaman lebihlanjut guna melakukan sinkronisasi.
Pelanggaran pembangunan di jurang telah diatur dalam Rencana tata Ruang wilayah. Dalam Perda tersebut dirincikan bahwa dalam pembangunan di dekat jurang, jika berada di atas kemiringan harus mundur dua kali kedalam jurang plus satu meter. Sedangkan jika dibangun di bawah kemiringan cukup dengan jarak satu kali ketinggian jurang. Hal tersebut memang diharuskan untuk menghindari korban timbunan jika terjadi bencana.
Jika mau membangun pihak yang bersangkutan mencari info dulu terkait tata ruang, apakah boleh membangun disana atau tidak, peraturan ‘ Sempadan dan Reklamasi ‘ sering kali diabaikan oleh masyarakat.
(080)