Wednesday , July 30 2025
Home / Bali / Diksa Dwijati Upanayana Brahmana, Diksa Sunyi di Ashram Ganachakra Lombok

Diksa Dwijati Upanayana Brahmana, Diksa Sunyi di Ashram Ganachakra Lombok

Lombok,  Senin  07  Oktober  2024

Diksa Dwijati Upanayana Brahmana, Diksa Sunyi di Ashram Ganachakra Lombok

 

 

 

‘dehi devalayah proktah Sajiva kevalah sivah” Badan jasmani adalah tempat suci
Jiwa adalah Shiva yang Maha Kuasa

(Sumber: Diksa, Pintu Menapaki Jalan Rohani – Paramita, 2007)

Nusa Tenggara  Barat,  indonesiaexpose.co.id  –  Bertepatan dengan hari lahirnya Pancasila ,  Sabtu  1 Juni  2024 lalu,  sepasang suami istri berangkat dari Denpasar menuju Lombok. Keduanya sudah mantap untuk menapaki jalan rohani untuk menaiki tangga Brahmana dalam sebuah ritual Diksa Dvijati Upanayana Brahmana di Ashram Ganachakra Lombok. Sore harinya, karantina dimulai yang akan berlangsung sampai 5 Juni 2024.

Minggu pagi esok harinya, di Pantai Senggigi sebelah Pura Kaprusan, prosesi awal Diksa dimulai dengan Penglukatan memakai sarana abu suci sisa pembakaran Agni Hotra, untuk menyucikan badan sekaligus mengingatkan akan badan yang fana. Sedangkan pikiran disucikan dengan lantunan mantra-mantra Veda.

Tak ada saksi, tak ada undangan resmi, tak ada panitia acara, prosesi diksa sunyi selanjutnya dilakukan sore hari dengan upacara Agni Hotra, dengan banten inti sederhana Pejati dipandu oleh Ida Shri Bhraja Ganachakra dan Ida Pandita Agni Mas Suyasa, Ketua Veda Poshana Ashram Lombok, serta dibantu oleh seorang Pemangku yang sering dipanggil Pak Guru karena masih aktif mengajar.
Senin jam 3 subuh, di tengah dinginnya udara Lombok, Ritual Panglukatan dimulai dipandu langsung oleh Sang Nabe. Sorenya kembali dengan Upacara Agni Hotra. Sementara malam harinya Sang Sisya menjaga agar api Suci Agni Hotra tetap menyala sampai akhir prosesi 5 Juni 2024 sore.

Diksa Dvijati Upanayana Brahmana yang dilakukan di Ashram Ganachakra ini terbilang unik, namun menurut Sang Nabe acuannya adalah Atharva Veda, dan sudah diterapkan 6 angkatan. Setelah diksa Brahmana, barulah nanti dilanjutkan dengan diksa sesuai tradisi.

Menurut Sang Nabe, menjadi Brahmana itu adalah keharusan agar semua tingkatan samskara terlaksana. Siapapun pada akhirnya akan dijadikan Brahmana. Kalau semasih hidup tidak Diksa Brahmana, maka pada saat meninggal akan dijadikan Brahmana terlebih dahulu dengan proses Ngaskara, baru diaben. Prosesi menjadi Brahmana tidak dibutuhkan seleksi, hanya merupakan seleksi alam atau karma saja.

“Setelah Sang Brahmana melanjutkan perjalanan entah menjadi pandita, kawiswara, sadhu, baru ada seleksi dari sang Guru (terutama Pandita yang bertugas di Pura/Temple atau Ngelokapalasraya kalau di Bali), lalu sanyasin yang bertugas untuk melanjutkan pertapaan sesuai garis perguruan, ini baru ketat seleksinya,” lanjut  Sang Nabe.

Sang Sisya mengamini pandangan Sang Nabe, bahwa menjadi Brahmana itu adalah sebuah proses yang semestinya dilakukan karena sebagai The Ultimate Swadharma. Namun ini tetap sebuah pilihan. Mau tetap sebagai pekerja/professional (Sudra) silahkan. Mau beralih ke bidang usaha/wiraswasta (Wesia), abdi Negara (Khsatria) silahkan. Semuanya di jaman dulu dilakukan berbasiskan pelayanan, sesuai dengan potensi yang dimiliki seseorang. Dan Swadharma itu tidak stagnan di satu posisi, namun sangat dinamis sesuai perkembangan kesadaran seseorang, bukan sekedar mengejar uang.

Pertemuan Sang Nabe dan Sang Sisya cukup unik. Bermula dari interview lewat WA oleh Sang Sisya karena tertarik dengan keberanian dan gebrakan Sang Nabe dalam urusan ritual yang sangat sederhana, mengikuti Nabe Beliau Ida Swargi Pedanda Sebali Tianyar Arimbawa.

Selanjutnya pertemuan perdana dilakukan di Lombok dengan mengutarakan keinginan untuk Diksa, karena rencana semula di akhir tahun 2020 untuk ikut di Bali gagal karena “Sang Hyang Covid keburu tedun”. Kuliah S3 di UHN I Gusti Bagus Sugriwa pun ikut tertunda, yang akhirnya baru terlaksana tahun 2022. Dan setelah Ujian Kualifikasi Disertasi di UHN I Gusti Bagus Sugriwa, Sang Sisya melanjutkan rencana satunya yang tertunda.
Perjalalan hidup Sang Sisya terbilang unik, khususnya dalam proses belajar tiada henti. Saat SMA sudah biasa menulis Puisi, Cerita Pendek ataupun Cerita Anak di Bali Post dengan honor setara 5 bulan SPP di SMA. Tamat SMA sempat kuliah 1 smester di Fakultas Teknik Arsitektur Udayana, namun menDOkan diri karena kesulitan dana.

Syukurnya PT Telkom (dulu Perumtel) memberikan “bea siswa” untuk pendidikan D2 (setahun di Makassar dan setahun di Bandung), diawali dengan pendidikan ala militer di Pusat Pendidikan Perhubungan TNI Angkatan darat di Cimahi selama 3 bulan dan memberikan kerja usai pendidikan.

Tahun 1996 saat mengambil Jurusan Manajemen, kenginan untuk mendalami Hindu mulai muncul, khususnya saat diajar Doktor I Made Titib (Ida Pandita Mpu Wedananda). Beliau merekomendasikan untuk ikut Seminar Hindu Nasional 2 hari berturut turut yang diselenggarakan oleh Forum Pemerhati Hindu Dharma, dilanjutkan dengan diskusi bulanan secara rutin. Warta Hindu Dharma, Raditya dan beberapa buku Hindu lainnya menjadi santapan rutin.

Tahun 2002 bertemu dengan Shri Empu Dwijananda, penulis sekitar 17 judul buku dan aktif mengikuti kegiatan di Perguruan Sastra Jendra.

Akhir Maret 2003 bertemu Guruji Anand Krishna dalam acara Meditasi Melalui Keheningan. Di sinilah awal kehidupan berashram yang berlangsung sampai saat ini.

Pada 2019 diwinten oleh Ida Pedanda Istri Sebali Tianyar di Anand Ashram Ubud dengan tujuan untuk memberdayakan diri sehingga tidak tergantung dengan orang lain khususnya saat ritual di rumah sendiri.

Tahun 2023 belajar dari Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti, khususnya pendalaman buku Pedoman Calon Pandita dan Dharmaning Sulinggih (Wiku Sesana) di Pasraman Bhuwana Dharma Shanti, Gria Bhuwana Dharma Shanti, Sesetan.
Kamis, 6 Juni 2024, saat Tilem Sasih ke Sadha, bersamaan dengan Hari Kenaikan Yesus Kristus, dan bertepatan pula dengan Hari Kelahiran Putra Sang Fajar Bung Karno, terbit pula Piagam Diksa Dvijati Upanayana Brahmana yang diberikan kepada Shri Sarvananda (Lanang) dan Shri Shakti Sarvananda (Istri). Ini bukan sebuah akhir perjalanan, namun sebuah awal perjalanan baru sebagai Brahmana dalam melaksanakan proses belajar Veda untuk menjadi Pandita atau Acharya di kemudian hari dalam proses Diksa Parisutham.

(071)

 

 

385

Check Also

Renungan  Joger

Bali, Selasa  29  Juli  2025 Renungan  Joger 127

Tahapan Paritrana Award 2025, Pemkot Denpasar Tegaskan Komitmen Perlindungan Pekerja

Denpasar, Senin 28  Juli  2025 Tahapan Paritrana Award 2025, Pemkot Denpasar Tegaskan Komitmen Perlindungan Pekerja …