Denpasar, Kamis 26 Juni 2025
Prof. Salain : Sikap Komisi I DPRD Bali atas Sanksi Pelanggaran Perda Jelas dan Tegas
Hotel Step Up di Kel. Jimbaran dan Villa yang melampaui Garis Sempadan Bangunan terhadap Pantai dan menggunakan Jurang Tebing dan/atau Kawasan Jurang Tebing yang merupakan status hak tanah Negara.
Bali, indonesiaexpose.co.id – Polemik keberadaan bangunan liar di kawasan wisata Pantai Bingin dan Step Up di Jimbaran ,Kab.Badung ,Bali kian memanas.
Prof.Dr.Ir. Putu Rumawan Salain,M.Si. Dosen Arsitektur, FTP-Universitas Warmadewa Apresiasi Atas Penegakan Sangsi Bagi Pelanggaran Perda RTRWP Provinsi Bali No. 2 Tahun 2023.
Perda No 2 Tahun 2023 dimaksud adalah yang mengatur perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang di Tingkat Provinsi Bali dengan tujuan mencapai Pembangunan berkelanjutan, serta meningkatkan kualitas hidup. Pengaturannya akan sangat ditentukan melalui Pola dan Struktur Ruang yang ditetapkan pada Perencanaan Tata Ruang. Pemerintah Provinsi menyelenggarakan penataan Ruang untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bagi siapapun yang melakukan pelanggaran akan dikenakan sangsi sesuai dengan yang termaktub dalam Perda (Peraturan Daerah).
Pada dekade ini Perda tersebut dilanggar secara masif dengan segala resiko. Kita ketahui dan sadari bahwa disetiap lokasi pembangunan fasilitas dan infrastruktur pariwisata setidaknya ada beberapa komponen yang terlibat antara lain :
- Konsultan Arsitek,
- Kontraktor Pelaksana (bangunan, interior, landskap, MEP, dan lainnya)
- Pemerintah dengan beberapa OPD terkait, khususnya perijinan
- Masyarakat dilingkungan dinas dan adat.
- Pemodal
- Makelar , dan lainnya.
Berita akhir-akhir ini setidaknya ada tiga lokasi pelanggaran Tata Ruang yang terdapat di wilayah Pemerintah Kabupaten Badung! Adapun tiga lokasi dimaksud adalah :
1). Pantai Bingin di Desa Pecatu , Kuta Selatan, Di wilayah ini berdasarkan data diinformasikan ada 46 buah bangunan yang direkomendasikan untuk dibongkar yang berupa home stay, vila, dan lainnya. Dari salah satu sumber bahkan ada yang menyebutkan bahwa objek arsitektural tersebut sudah terbangun sejak Tahun 1980. Artinya terjadi pembiaran oleh yang berwenang. Mirisnya lagi ternyata banyak bangunan- bangunan tersebut diatas dibangun bukan diatas lahan bukan hak milik. Dan hebatnya ada pula bangunan yang dimiliki oleh WNA.
2). Hotel Step Up di Kelurahan Jimbaran ditemukan, adanya bangunan Villa yang melampaui Garis Sempadan Bangunan terhadap Pantai dan menggunakan Jurang Tebing dan/atau Kawasan Jurang Tebing yang merupakan status hak tanah Negara. Keberikutnya pihak management/pemilik Vila dan Restauran tidak dapat memperlihatkan dokumen administrasi (perijinan) yang bersifat legal, termasuk bukti kepemilikan atau hak atas tanah. Informasi yang diperoleh menyebutkan adanya pemanfaatan atas tanah negara. Selanjutnya terjadi pula pelanggaran terhadap ketinggian bangunan yang melampaui peraturan yang telah ditetapkan 15 meter dari permukaan tanah dimana bangunan didirikan. Pelanggaran terhadap ketinggian bangunan disertai dengan tidak tercerminnya Arsitektur Tradisional bali merupakan pelanggaran terhadan Perda Bangunan Gedung No,5 Tahun 2005.
3). Diinformasikan pula bahwa Pantai Balangan di desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, yang sangat indah mana kala senja saat matahari menuju peraduannya, juga memiliki bentang pasir putih yang memukau degan pantai yang sangat sepadan bagi peselancar. Keindahan pantai mengundang para investor menanamkan investasinya dipelbagai sektor usaha yang berkaitan dengan pariwisata.
Setidaknya ada 23 pengusaha akomodasi pariwisata dengan jenis restauran yang terbanyak yang terindikasi memanfaatkan lahan sempadan jurang dan sungai. Belum diketahui apakah pelanggaran tersubut ada yang memanfaatkan tanah negara!
Sikap Komisi 1 DPRD Provinsi Bali terhadap pelanggaran diatas khususnya yang berlokasi di Pantai Bingin dan Hotel Step Up adalah jelas dan tegas melalui kajian yang dapat dipertanggung jawabkan. Pelanggaran yang terberat adalah membangun tanpa ada persetujuan SHP. SHS, SHGU, dan SHGB sebagai bukti kepastian hukum boleh dibangun. Pelanggaran sempadan pantai, tebing/jurang, sungai. Merupakan pelanggaran yang kosekuensinya telah diatur dalam Perda No 2 tahun 2023.
Selain ke dua Perda yang dilanggar sangat kuat dugaan bahwa akan beririsan dengan peraturan lainnya seperti :
- Undang-Undang Penataan Ruang No.26 Tahun 2007
- Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pesisir Pantai dan Pulau Kecil, kemudian
- Undang-Undang No.6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Dikarenakan diatas tanah tersebut terdapat atau terbangun fasilitas berupa bangunan arsitektur, dijumpai pula adanya pelanggaran ketinggian bangunan dan tampilan arsitektur yang tidak mencerminkan Arsitektur Tradisional Bali maka objek tersebut dapat juga dinyatakan melanggar Perda No.5 Than 2005.
Dengan demikian setiap kasus dapat saja terkena pasal berlapis. Masing-masing pelanggaran memiliki konsekuensi hukum, akan tetapi membangun diatas tanah negara tanpa ijin memiliki konsekuensi hukum yang serius, Pelaku bisa dikenakan sanksi pidana dan perdata, serta berpotensi menghadapi penggusuran bangunan. Demikian pula bagi pelaku pelanggaran garis sempadan, ketinggian bangunan, serta perwajahan Arsitektur Tradisional Bali dapat terkena sangsi pembongkaran “penyesuaian”, Disamping itu sangat mungkin akan ada yang berhubungan dengan Hukum Administarsi Negara (HAN). Dan mirisnya akan ada oknum yang diduga ikut memainkan peran untuk memuluskan pelanggaran tersebut!
Kinerja Komisi 1 DRPD Provinsi Bali patut diapresiasi dan didukung sepenuhnya oleh pemerintah dan masyarakat mengingat beberapa kasus tersebut sudah berlangsung cukup lama dan menjadi contoh yang tidak baik bagi Pembangunan ke Tata Ruang-an di Bali. Kasus semacam ini ditengarai juga berlangsung di beberapa Lokasi di Bali yang wajib kiranya dilakukan tindakan yang sama “adil” .
Tidak ada orang yang kebal di depan hukum dan semua orang berlaku sama di depan hukum. Sangsi yang telah tertuang dalam Perda dapat ditetapkan sesuai dengan derajat pelanggarannya. Sangsi pembongkaran bagi pihak yang membangun diatas lahan milik negara adalah tepat! Oleh karenanya tindakan tegas dan penuh tanggung jawab telah diawali oleh rekan-rekan di DPR Provinsi Bali melalui Komisi 1 seharusnya diikuti oleh Pemerintah Kota/Kabupaten beserta DPR masing-masing. Diperlukan sinergitas dan koordinasi yang terintegrasi dalam bingkai Bali Dwipa Jaya.
Di era kesejagatan yang serba canggih ini melalui bantuan satelit institusi yang ingin mengetahui pemanfaatan setiap jengkal lahan di Bali dapat memantau melalui satelit. Marilah kia berpikir dan bertindak dengan cerdas agar Bali masih dapat kita nikmati Bersama hingga lebih dari 100 tahun ke depan. Save Bali for better Life.
(080)