Monday , June 30 2025
Home / Bali / DPRD Bali Pertanyakan Progres Satpol PP

DPRD Bali Pertanyakan Progres Satpol PP

Denpasar, Jumat  27  Juni  2025

DPRD Bali Pertanyakan Progres Satpol PP

 

Komisi I DPRD  Bali mengadakan rapat tindaklanjuti rekomendasi DPRD Provinsi Bali terkait bangunan liar, di  Pantai Bingin dan Step Up , bertempat di Ruang rapat gabungan lantai 3 DPRD Bali, Kamis (26/6/2025).

 

Bali, indonesiaexpose.co.id – Komisi I DPRD Provinsi Bali mengadakan rapat tindaklanjuti rekomendasi DPRD Provinsi Bali terkait bangunan liar, di Kawasan Pantai Bingin dan Step Up , bertempat di Ruang rapat gabungan lantai 3 DPRD Prov Bali, Kamis (26/6/2025).

Pada rapat tersebut, Komisi I DPRD Bali menekankan harus ada action untuk penutupan bangunan di Pantai Bingin dan Step Up setelah teguran tertulis dilayangkan beberapa waktu lalu.

Komisi I DPRD Bali mendesak OPD terkait agar tak berhenti di level rekomendasi. Ia menuntut aksi konkret untuk menindak bangunan yang melanggar aturan.

“Aturannya jelas, sudah ada pendapat ahli, lantas apa lagi yang ditunggu? Sudah saatnya penertiban dilakukan, bukan hanya wacana,” ujarnya tegas.

Komisi I DPRD Bali, menegaskan bahwa rekomendasi tersebut dikeluarkan tanpa harus menunggu persetujuan eksekutif atau gubernur. Ia mengacu pada PP Nomor 12 Tahun 2018 sebagai dasar hukum.

Rapat bersama terkait penertiban bangunan liar di kawasan Pantai Bingin itu berjalan kurang lebih empat jam. Diskusi alot terjadi antara anggota dewan dengan Pemprov Bali.

Komisi I DPRD Bali,  meminta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bali segera bergerak karena dewan sudah mengeluarkan surat rekomendasi pembongkaran.”Secara kasat mata sudah melanggar adanya jurang tebing dan sempadan pantai, sudah ada undang-undang yang mengatur, sudah ada keterangan dari para ahli, tapi belum ada langkah konkret yang bisa diambil,” terangnya.

Berdasarkan kajian, DPRD Bali menilai proyek hotel Step Up menyalahi Pasal 100 ayat (2) Perda Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali 2023-2043. DPRD juga meminta penegak hukum turun tangan atas dugaan pidana di balik proyek itu.

Sesuai Perda Provinsi Bali, ketinggian bangunan secara umum dibatasi paling tinggi 15 meter dari permukaan tanah tempat bangunan didirikan. Kecuali untuk fungsi-fungsi tertentu.

Komisi I DPRD kemudian menetapkan rekomendasi atas dugaan pelanggaran izin tersebut. Dewan meminta dinas-dinas terkait melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin bangunan Step Up. Dewan juga meminta agar proyek itu dihentikan untuk sementara.

Dalam diskusi tersebut, Akademisi Universitas Udayana, Prof. Made Arya Utama, SH., M.Hum., menyampaikan pandangan kritis dan solutif untuk mengatasi persoalan tata ruang di Bali.

Menurut Prof. Arya, pendekatan penegakan hukum di Bali harus mulai bertransformasi dari model “top-down” menjadi “penegakan hukum partisipatif”. Artinya, tidak hanya mengandalkan. tindakan dari otoritas pusat, tetapi juga melibatkan seluruh elemen pemerintahan hingga tingkat lingkungan-termasuk kepala lingkungan dan masyarakat.

Prof. Arya menegaskan bahwa pembangunan ilegal tidak mungkin muncul seketika seperti dongeng “Roro Jonggrang. Ada proses panjang
yang bisa diawasi sejak awal.

“Orang membangun pasti butuh waktu dan persiapan. Kalau ada material dikumpulkan, itu sudah bisa jadi alarm awal. Nah, kalau sejak awal dicek, akan jelas apakah ada izin atau tidak,” tambahnya.

la mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap aturan tata ruang sejatinya adalah bentuk pengabaian terhadap kesepakatan masyarakat yang telah dituangkan dalam Peraturan Daerah.

Tata ruang bukan sekadar peraturan pemerintah, melainkan hasil konsensus bersama rakyat melalui wakilnya di DPRD.

Mengutip Pasal 73 Undang-Undang Nomor 26Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Prof. Arya menyebutkan bahwa pejabat yang mengeluarkan izin bertentangan dengan tata ruang dapat diberhentikan dari jabatannya .

Dengan demikian setiap kasus dapat saja terkena pasal berlapis. Masing-masing pelanggaran memiliki konsekuensi hukum, akan tetapi membangun diatas tanah negara tanpa ijin memiliki konsekuensi hukum yang serius, Pelaku bisa dikenakan sanksi pidana dan perdata, serta berpotensi menghadapi penggusuran bangunan. Demikian pula bagi pelaku pelanggaran garis sempadan, ketinggian bangunan, serta perwajahan Arsitektur Tradisional Bali dapat terkena sangsi pembongkaran “penyesuaian”, Disamping itu sangat mungkin akan ada yang berhubungan dengan Hukum Administarsi Negara (HAN). Dan.mirisnya akan ada oknum yang diduga ikut memainkan peran untuk memuluskan pelanggaran tersebut!

 

Menanggapi itu, Kepala Satpol PP Bali Dewa Nyoman Rai Dharmadi  mengakui pembangunan hotel tersebut melanggar ketentuan. Termasuk terkait ketinggian bangunan maupun lokasinya yang berada di sempadan pantai. Pihaknya telah menyurati 46 pengusaha sejak 19 Juni 2025 untuk menghentikan aktivitas usaha yang melanggar.

” Kami sedang menyiapkan pembiayaan alat berat untuk eksekusi , dengan anggaran sekitar 600 juta. SP1 untuk mengosongkan tempat usaha juga akan segera dilayangkan. Jika sampai SP3 tidak ada tindakan baru kami lakukan eksekusi sesuai aturan,” ungkapnya.

Bagaimana dengan Hotel Step Up yang putusan berbeda dengan 46 bangunan di sepanjang Pantai Bingin? Menurut Darmadi karena permasalahan berbeda. Pembangunan hotel Step Up memakai lahan pribadi sedangkan puluhan bangunan lainnya memakai tanah negara.

”Ini kan baru pemeriksaan tahap kedua. Tahap pendalaman kedua setelah 4 bulan lalu baru kegiatan 40 persen. Kalau 60 persen baru kelihatan yang dilanggar tentu itu dipastikan OPD teknis yang tahu betul aturannya nanti diajak duduk bersama,” kelit Darmadi.

Untuk permasalahan pembangunan Hotel Step Up telah disepakati akan menyurati pemilik hotel untuk menghentikan kegiatan pembangunan mulai hari ini (27/6/2025). Penghentian kegiatan pembangunan hingga pemeriksaan maupun pendalaman selesai.”Hari ini surat kami akan buat suratnya (kemarin,red) menghentikan kegiatan pembangunan sampai kepada clear semuanya,” jelasnya.

Sementara ,Kasatpol PP Badung IGAK Suryanegara menyampaikan, rekomendasi DPRD Bali telah dilaporkan kepada bupati .

” Bupati sudah menerima aspirasi warga pantai bingin yang mengadu soal rekomendasi itu. Pimpinan kami berharap agar pembongkaran dilakukan secara mandiri oleh pelaku usaha,” ucapnya.

Meski demikian, ia menyatakan kesiapan Pemkab Badung untuk melakukan langkah tegas jika pelanggaran tidak ditindaklanjuti.

Berdasarkan data satpol PP Bali , sekitar 46 bangunan di pantai bingin ada yang telah berdiri sejak 1980-an. Bangunan di sana awalnya hanya untuk berdagang, hingga lambat laun menjadi bangunan permanen seperti saat ini. Bahkan, ada bangunan yang dimiliki WNA.

Selain di kawasan pantai bingin terdapat 23 pengusaha akomodasi pariwisata di pantai Balangan juga terindikasi memanfaatkan lahan sempedan jurang dan sungai. Puluhan akomodasi tersebut didominasi restoran.

Rapat di pimpin ketua Komisi I DPRD Bali ,Nyoman Budiutama, dihadiri anggota komisi I seperti Made Supartha, Wayan Bawa,  Wayan Tagel Winarta, Dewa Nyoman Rai, Dr. Drs. A.A. Ketut Sudiana, S.H., A.Ma., M.H. (Tim Ahli DPRD Prov. Bali), Akademisi Universitas Udayana, Prof. Made Arya Utama, SH., M.Hum, Kasatpol PP Bali Dewa Darmaji, Kasatpol PP Kab.Badung dan OPD terkait.

(080)

138

Check Also

Suarakan Darurat Lingkungan, Kunto Aji, Reality Club, Teddy Adhitya, Sukatani, dan Sederet Musisi Indonesia Bergabung dalam IKLIM

Gianyar, Minggu  29  Juni  2025 Suarakan Darurat Lingkungan, Kunto Aji, Reality Club, Teddy Adhitya, Sukatani, …

Renungan  Joger

Bali,  Minggu  29  Juni  2025 Renungan  Joger 87