Denpasar, Rabu 13 Agustus 2025
Jawaban Gubernur Bali : Raperda Bale Kerta Adhyaksa, Pendekatan Restoratif, berbasis ke Arifan Lokal
Gubernur Bali, Wayan Koster, menyampaikan jawaban atas pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Provinsi Bali terkait Rancangan Peraturan Daerah tentang Bale Kerta Adhyaksa dalam Rapat Paripurna.(foto;index)
Bali, indonesiaexpose.co.id – Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan tetap memakai kata ‘Adhyaksa’ dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Bale Kerta Adhyaksa Desa Adat.
” Pembentukan Bale Kertha Adhyaksa sendiri memiliki peran memfasilitasi penyelesaian sengketa adat, perkara pidana ringan, hingga konflik sosial secara restoratif melalui kerja sama dengan kejaksaan, kepolisian, perangkat desa, dan pecalang, yang tentu sejalan dengan fungsi sebagai forum mediasi di tingkat desa yang menjembatani antara hukum adat dan hukum positif, dengan tujuan memulihkan hubungan antar pihak melalui musyawarah, bukan melalui peradilan formal,” terang Gubernur Bali, Wayan Koster, saat menyampaikan jawaban atas pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Provinsi Bali terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Bale Kerta Adhyaksa dalam Rapat Paripurna Ke-32 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024-2025 di Gedung DPRD Bali, Selasa (12/8/2025).
Rapat paripurna di pimpin ketua DPRD Dewa Made Mahayadnya, di dampingi Wakil Ketua Satu Wayan Desel Astawa dan Wakil Ketua Dua Kresna Budi anggota DPRD yang hadir banyak 39 orang dari 45 jumlah anggota. Sesuai tatib kehadiran tersebut telah kuorum. Sehingga sidang dapat segara dilanjutkan.
Dalam penjelasannya, Koster mengapresiasi masukan seluruh fraksi yang menyoroti substansi dan materi Raperda. Ia memaparkan bahwa Bale Kerta Adhyaksa merupakan lembaga fungsional yang dibentuk bersama oleh Gubernur, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan Majelis Desa Adat Provinsi. Lembaga ini berkedudukan di Desa Adat namun tidak termasuk dalam struktur kelembagaan Desa Adat.
“Bale Kerta Adhyaksa bertugas mengoordinasikan, memfasilitasi, dan menyelesaikan perkara hukum umum dengan pendekatan keadilan Restoratif ,berbasis nilai kearifan lokal,” jelas Koster.
Lembaga ini akan menangani perkara pidana ringan, perdata sederhana, pelanggaran norma sosial yang tidak berdampak luas, serta perselisihan masyarakat yang berpotensi mengganggu harmoni sosial. Perkara adat, tindak pidana berat, atau perkara yang sudah masuk tahap penyidikan tidak termasuk kewenangannya.
“Posisinya kejaksaan dalam hal ini adalah sebagai pendamping atau konsultasi. Agar tidak bias, Bale Kerta Adhyaksa ini tdak akan mengintervensi desa adat,” tegas koster.
Koster menegaskan, keputusan Bale Kerta Adhyaksa bersifat final dan mengikat, dengan sanksi yang dapat berupa denda, kerja sosial, teguran, atau bentuk lain sesuai kesepakatan para pihak. Proses penyelesaian perkara di lembaga ini tidak dipungut biaya.
Menanggapi pandangan Fraksi Gerindra-PSI, Koster menegaskan Bale Kerta Adhyaksa diisi SDM profesional yang kompeten, berintegritas, dan independen. Penggunaan istilah Adhyaksa dipilih karena mengandung nilai kejujuran, keadilan, dan kebijaksanaan, bukan sekadar merujuk pada kejaksaan.
Sementara itu, terhadap masukan Fraksi PDI Perjuangan, Golkar, dan Demokrat-NasDem, Koster sepakat untuk memperkuat harmonisasi, sinkronisasi, dan dokumentasi berbasis digital. Hal-hal yang belum diatur dalam Raperda akan diatur melalui Peraturan Gubernur.
Koster berharap pembahasan lanjutan dapat segera dilakukan agar Raperda ini disetujui bersama dan ditetapkan menjadi Peraturan Daerah, serta siap diberlakukan mulai 2 Januari 2026 bersamaan dengan implementasi KUHP baru.
Pembentukan Bale Kertha Adhyaksa juga harus dimaknai bukan sebagai upaya menempatkan Kerta Desa Adat di bawah subordinasi, melainkan sebagai kemitraan fungsional yang bersifat saling melengkapi dan memperkuat peran masing-masing. Bale Kertha Adhyaksa berperan sebagai fasilitasi, dan penguatan pelaksanaan hukum adat secara terukur dan terintegrasi.
sedangkan Kerta Desa Adat tetap memegang kewenangan penyelesaian perkara berdasarkan tradisi, kearifan lokal, dan norma adat yang berlaku di wilayahnya. Pola sinergi ini akan menciptakan mekanisme penyelesaian perkara adat yang efektif, akuntabel, berkeadilan, serta sejalan dengan nilai-nilai hidup masyarakat adat.
( 080)