Jakarta, Rabu 24 September 2025
KPK Panggil Eks Dirut Allobank , Dalam Kasus Pengadaan EDC BRI
Jakarta, indonesiaexpose.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Dirut Allobank, Indra Utoyo sebagai saksi. Indra merupakan tersangka dugaan korupsi pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) di Bank BRI tahun 2020-2024.
Selain Indra, penyidik juga memanggil pihak swasta bernama Rosalina. “KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan tindak pidana korupsi (TPK) terkait pengadaan mesin EDC di Bank BRI pada tahun 2020-2024,” kata Juru bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (23/9/2025).
KPK sendiri terus mendalami keuntungan para tersangka terkait dugaan korupsi pengadaan mesin EDC di Bank BRI. Penyidik terus menggali mekanisme dan dugaan pengkondisian pengadaan mesin EDC yang dilakukan dengan penyewaan dan pembelian.
“Dimintai keterangan bagaimana soal mekanisme dan dugaan pengkondisian dari pengadaan mesin-mesin EDC ini. Termasuk soal keuntungan-keuntungan dari para penyedia mesin EDC itu, baik dari metode sewa dan skema beli putus,” katanya, menjelaskan.
Selain Indra, terdapat satu saksi lain yang juga dipanggil KPK untuk diperiksa pada hari ini dalam perkara yang sama. Dia adalah Rosalina Wahyuni yang merupakan karyawan swasta.
Pada 9 Juli 2025, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus korupsi EDC BRI. Salah satu tersangka adalah mantan Direktur Digital, dan Teknologi Informasi BRI sekaligus mantan Dirut Allo Bank, Indra Utoyo.
Sementara, empat tersangka lain adalah mantan Wakil Direktur Utama BRI, Catur Budi Harto, Dedi Sunardi selaku SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI, Elvizar selaku Dirut PT Pasifik Cipta Solusi (PCS), serta Rudy Suprayudi Kartadidjaja selaku Dirut PT Bringin Inti Teknologi.
Usai penetapannya sebagai tersangka, Indra Utoyo mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Persidangan perdana gugatan praperadilan Indra Utoyo yang dijadwalkan pada 21 Agustus 2025 mengalami penundaan karena KPK tidak menghadiri persidangan sebagai pihak termohon. Sidang itu kemudian dijadwalkan ulang pada Senin, 15 September 2025.
Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan nilai pengadaan EDC BRI ini mencapai Rp 2,1 triliun. Perhitungan kerugian negara dalam kasus ini juga dilakukan KPK dengan menggunakan metode real cost, yakni berdasarkan biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh BRI mencapai Rp 744 miliar.
KPK juga telah menggeledah sejumlah lokasi yaitu dua kantor BRI, dua kantor swasta, dan lima rumah. Dari penggeledahan tersebut, kata Asep, penyidik menyita uang sebesar 200 ribu dolar Amerika Serikat yang diduga milik Catur Budi Harto. Selain itu, ditemukan juga sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik.
Adapun uang berbentuk rekening sebesar Rp 5,8 miliar serta bilyet deposito senilai Rp 28 miliar yang berasal dari hasil penggeledahan di dua kantor swasta serta lima rumah. “KPK mengamankan dan menyita barang bukti yang diduga punya keterkaitan secara langsung dengan perkara tersebut,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, pada 3 Juli 2025.
KPK juga telah mencegah 13 orang untuk berpergian ke luar negeri. Alasannya, 13 orang tersebut dibutuhkan penyidik dalam proses penyidikan di kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC BRI. Salah satunya adalah mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto.
Sementara itu, Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi memastikan, menghormati proses hukum yang sedang diusut KPK. Ia memastikan, pihaknya terbuka bekerja sama dengan KPK untuk mengungkap kasus tersebut.
“Perseroan menghormati langkah penegakan hukum Komisi Pemberantasan Korupsi atas pengadaan yang dilakukan pada periode 2020-2024. Perseroan akan selalu terbuka untuk bekerja sama,” kata Agustya dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Selasa, (1/7/2025)lalu.
KPK telah mendalami mekanisme penyewaan mesin EDC oleh Bank BRI. Pendalaman dilakukan setelah memeriksa Direktur PT Qualita Indonesia, Lea Djamila Sriningsih.
Sebelumnya, KPK resmi menetapkan lima orang sebagai tersangka terkait dugaan korupsi pengadaan mesin EDC bank BRI. Dalam kasus ini, KPK mengungkap ada dua pengadaan yang dilakukan oleh lima tersangka.
- Nilai pengadaan EDC BRIlink senilai Rp942.794.220.000 dengan jumlah EDC 346.838 unit dari tahun 2020-2024.
- Pengadaan FMS EDC 2021–2024 Rp1.258.550.510.487 untuk kebutuhan merchant sebanyak 200.067 unit
Kelima tersangka, yakni CBH (mantan wakil Dirut BRI), IU (Dirut Allobank/mantan Direktur Digital, Teknologi Informasi dan Operasi BRI). Kemudian, DS (SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI), EL (Direktur PT Pasifik Cipta Solusi), dan RSK (Swasta).
“Telah ditemukan bukti permulaan yang cukup. Di mana terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam Pengadaan EDC Android PT BRI 2020-2024,” kata Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/7/2025).