Monday , June 30 2025
Home / Bali / Urgensi dan  Dampak Kenyamanan Wisatawan : Proyek LNG Sidakarya Tuai Penolakan

Urgensi dan  Dampak Kenyamanan Wisatawan : Proyek LNG Sidakarya Tuai Penolakan

Denpasar, Minggu  22  Juni  2025

Urgensi dan  Dampak Kenyamanan Wisatawan : Proyek LNG Sidakarya Tuai Penolakan

 

Praktisi pariwisata Bali  Yusdi Diaz

 

Bali, indonesiaexpose.co.id – Rencana pembangunan terminal Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Liquefied Natural Gas (LNG) di Pantai Sidakarya, Denpasar Selatan, kembali menuai sorotan.

Praktisi pariwisata Bali  Yusdi Diaz menilai proyek LNG Sidakarya berisiko tinggi bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.Sidakarya tidak layak dijadikan lokasi terminal LNG dan menyarankan agar pembangkit energi dibangun di kawasan yang lebih luas dan memungkinkan untuk skala besar.

“Kalau memang ingin mandiri energi, bangunlah yang besar di wilayah utara atau timur Bali. Bukan di kawasan padat aktivitas wisata seperti Sanur,” kata Yusdi.

Ia mempertanyakan alasan pemerintah memilih lokasi yang dinilai rawan konflik sosial dan ekologis, padahal Celukan Bawang telah disiapkan sebagai pusat pembangkit energi berbasis gas.

“Di Celukan Bawang sudah dirancang pembangunan PLTG 900 MW lengkap dengan LNG hub. Lalu mengapa tetap memaksakan Sidakarya,” ungkap Yusdi Diaz di Denpasar.

ia menilai lokasi tersebut tidak ideal dan justru berpotensi menimbulkan gangguan terhadap kawasan pariwisata Sanur dan Pulau Serangan.

“Kalau memang niatnya menjadikan Bali mandiri energi, kenapa tidak dibangun saja di Bali Timur? Sekalian yang besar, supaya bisa menyuplai kebutuhan listrik seluruh Bali, bahkan NTB dan NTT,” Yusdi.

Menurutnya, pembangunan terminal LNG di Sidakarya hanya akan menyuplai Pembangkit Listrik Tenaga Diesel dan Gas (PLTDG) Pesanggaran yang porsinya hanya 30 persen dari kebutuhan listrik Bali.

“LNG Sidakarya itu persoalan kecil. Kalau memang ingin mandiri energi bersih, kenapa hanya untuk 30 persen dari konsumsi listrik Bali? Padahal di sisi lain, Bali membutuhkan solusi jangka panjang dan skala besar,” terangnya.

Tak hanya mempertanyakan urgensi proyek, ia juga menyoroti dampak visual dan kenyamanan wisatawan, kehadiran kapal LNG raksasa sepanjang 300 meter dan setinggi 40 meter yang beroperasi 24 jam bisa mengganggu pemandangan dan kenyamanan wisata di kawasan Sanur dan Serangan.

“Coba bayangkan, kita duduk di tepi pantai, lalu terlihat kapal raksasa dengan cahaya menyilaukan seperti PLTU Paiton. Apakah itu nyaman bagi wisatawan,” kritiknya.

Lebih lanjut, ia meminta agar keterlibatan publik, khususnya pelaku usaha pariwisata seperti pemilik vila, hotel, dan restoran dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.

“Kalau bicara dampak pariwisata, yang harus diundang ya investor pariwisata. Jangan hanya institusi. Yang hidup dan berinvestasi di sana harus dilibatkan,” tegasnya.

Sementara itu, pembangunan LNG Sidakarya yang digarap oleh PT Dewata Energi Bersih (DEB) telah bergulir sejak tiga tahun lalu. Namun hingga kini belum bisa dilaksanakan karena masih menunggu terbitnya izin Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Menteri LHK Hanif Faisol Nurofiq  sebelumnya sempat meninjau lokasi terminal LNG Sidakarya pada 27 Mei 2025 lalu dan menegaskan bahwa persetujuan lingkungan akan diawasi secara ketat sebelum izin diberikan.

Di sisi lain, opsi alternatif sebenarnya sudah tersedia. PT PLTG Celukan Bawang di Bali Utara telah mempresentasikan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Hybrid berbahan bakar gas alam dan hidrogen di atas lahan seluas 40 hektare. Proyek ini telah melewati tahapan konsultasi publik dan Amdal pada September 2024 lalu.

PLTGU Hybrid ini dirancang menghasilkan daya listrik sebesar 2 x 450 MW atau 900 MW, yang berarti mampu memenuhi hampir 70 persen kebutuhan listrik Bali yang mencapai 1.200 MW per tahun.

Melihat daya jangkau dan skala proyek, para narasumber dalam talkshow menilai pembangunan PLTGU Hybrid di Celukan Bawang jauh lebih layak ketimbang LNG Sidakarya yang hanya menyuplai PLTDG Pesanggaran.

Motif di Balik Proyek Triliunan

Diketahui, proyek terminal LNG Sidakarya digagas oleh PT Dewata Energi Bersih (PT DEB), perusahaan patungan antara PT Padma Energi Indonesia dan Perusda Bali. Terminal setinggi 50 meter ini disebut memiliki nilai transaksi gas dengan PLN yang bisa mencapai Rp 40 triliun selama 20 tahun.

Namun, sejumlah pihak menduga proyek ini bukan murni didasari pertimbangan kebutuhan energi, melainkan sarat kepentingan politik dan kelompok tertentu.

Pembangunan ini terlihat lebih didorong oleh motif proyek dan elite, bukan logika infrastruktur yang rasional.

Kasus ini seolah menggemakan pola serupa dengan proyek kontroversial lainnya di Indonesia, seperti tambang nikel di Raja Ampat yang dibungkus dengan narasi “energi bersih”, namun menyimpan ancaman kerusakan lingkungan dan sosial yang masif.

Pada akhirnya, publik akan bertanya, jika masa depan energi bersih Bali yang berkelanjutan adalah tujuannya, mengapa tidak memilih jalan yang paling logis dan aman di utara, alih-alih mempertaruhkan selatan dalam mimpi buruk ekologis

Sidakarya berada di kawasan padat penduduk, berdekatan dengan zona konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai dan kawasan suci Sanur. Proyek ini juga direncanakan mengeruk laut hingga kedalaman 20 meter yang berpotensi merusak terumbu karang, padang lamun, dan habitat laut lainnya.

“Kalau dipaksakan, dampaknya bisa mematikan sumber penghidupan nelayan di Desa Adat Sanur, Intaran, dan Serangan,” tutupnya.

(080)

129

Check Also

Suarakan Darurat Lingkungan, Kunto Aji, Reality Club, Teddy Adhitya, Sukatani, dan Sederet Musisi Indonesia Bergabung dalam IKLIM

Gianyar, Minggu  29  Juni  2025 Suarakan Darurat Lingkungan, Kunto Aji, Reality Club, Teddy Adhitya, Sukatani, …

Renungan  Joger

Bali,  Minggu  29  Juni  2025 Renungan  Joger 87