Tuesday , July 1 2025
Home / Bali / Bagaimana Memahami Panca Sembah Dari Kacamata Filsafat – Sains ( Ilmu Pengetahuan) PANCA SEMBAH ” Awal dan Akhir Cosmos “.

Bagaimana Memahami Panca Sembah Dari Kacamata Filsafat – Sains ( Ilmu Pengetahuan) PANCA SEMBAH ” Awal dan Akhir Cosmos “.

Gianyar, Sabtu  13  Mei  2023

Bagaimana Memahami Panca Sembah Dari Kacamata Filsafat – Sains ( Ilmu Pengetahuan)
PANCA SEMBAH ” Awal dan Akhir Cosmos “.

 

 

Bali,  indonesiaexpose.co.id  –  Menarik untuk diperhatikan banyak kalangan yang menanyakan tentang mengapa sembahyang umat Hindu di Bali secara umum berjumlah lima ( masih ada sapte sembah, sanga sembah dan seterusnya). Jawaban yang diperoleh beragam dan menuju ke Ista Dewata yang dipuja saat itu. Untuk mengetahui sejatinya, wartawan Indonesiaekspos mendatangi penglingsir Gerya kawan Ida Bagus Rai Djendra atau biasa dipanggil Kakyang Rai di Geryanya, Jumat ,( 12/5/2023 ).

Kakyang Rai menjelaskan, Panca Sembah sejatinya memiliki makna yg sangat mendalam dan Universal sesuai Teologi yang didasari Filsafat yang tentu saja merupakan hasil olah batin, intiusi, dasar Weda, ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan para leluhur orang Bali sejak jaman dahulu. Dan ini membuktikan betapa tinggi pemikiran dan peradaban manusia Bali dari dahulu kala. Jika kita merujuk apa yang dikatakan oleh W.D. Brown seorang ilmuwan dan filsuf berkebangsaan Inggris, bahwa Weda sangatlah ilmiah,dimana agama dan ilmu pengetahuan bergandengan tangan, disini teologi didasari atas ilmu pengetahuan dan filsafat.

Nah dalam Panca Sembah, teologi Hindu merangkum semuanya dan secara sekaligus melingkupi semuanya. Sembah ke pertama adalah sembah puyung ( ditujukan kepada Nirguna Brahman). Sebagaimana diketahui para ilmuwan dan komunitas ilmiah menyepakati bahwa alam semesta awalnya berasal dari ketiadaan ( puyung) yang penuh energi dan kitapun berasal dari awal tiada dan ketiadaan itu penuh energi, bukan ketiadaan kosong tanpa energi namun tanpa bentuk, sebab energi itu dapat memasuki bentuk dan ruang. Jadi ketiadaan itu bukan berarti tidak ada apa_apa secara konstan namun energi yang tak terlihat, tak terjangkau, tak terhitung, tak terhingga yang oleh Albert Einstein disebut Medan Energi Terpadu yang konstan bersifat kekal abadi ( ini bisa dikatakan sebagai Lingga_Nya Brahman dalam mewujudkan Alam Semesta_ Saguna Brahman).

Sesuai teori dari filsafat Samkhya, secara singkat disebutkan bahwa Purusha dan Prakerti ( Rhwa Bhineda) membentuk “Mahat”. Sesungguhnya ” Mahat” inilah yg meledak dengan sangat dahsyat ( “Big Bang”, ” OM ” ) dalam kurun waktu yang sangat lama dan teramat panjang bermilyard_milyard tahun yg lalu dikarenakan ( seperti dikatakan Stephen Hawking seorang ilmuan jenius yang sangat terkenal) telah mencapai kondisi sangat masive dengan temperatur tak terhingga panasnya sampai milyard dan bahkan triliunan derajat celsius sehingga menjadi partikel_partikel sangat kecil dan dari partikel terkecil iru terus berputar membentuk planet_planet, bintang_bintang dan alam semesta.
Dan tentu saja ini terus berputar yang pada akhirnya akan meledak lagi karena saking supermasivenya.

Selanjutnya sembah kedua dengan menggunakan sarana bunga yang ditujukan kepada Betara Surya ( sebagai manifestasi Brahman/Saguna Brahman) penguasa matahari sumber energi kita, dimana matahari menjadi pusat tata surya kita ( jadi keberadaan matahari sangat vital bagi kehidupan kita).Pemikiran ini jauh lebih maju daripada pemikiran “geosentris” yang bertahan hingga abad ke_14 sampai Galileo_Galilei (1564_1642) menyatakan bahwa mataharilah pusat tata surya kita ( sesuai dgn sastra Hindu yang telah jauh lebih dahulu menyebutkannya).

Menempatkan pemujaan Suryaraditya atau Siwaraditya dalam sembah kedua setelah sembah puyung, menyatakan bahwa matahari merupakan pusat tata surya kita dan merupakan sumber kehidupan seperti yang dinyatakan dalam Yayur Veda:”
Aayamgauh prsnir akramiidasadam.Mataram purah pitaram ca prayantsvah” “Bumi dan benda angkasa lainnya berada dalam orbitnya. Mereka semua bergerak mengelilingi matahari” ( Yayur Veda Samhita.1.111.6). Reg Veda sebelumnya menyatakan:”Sapta tva harito rathe. Vahani deva surya. Socikesam Vicaksano”.”Wahai Surya melalui spektrum cahayamu yang berjumlah tujuh warna.Engkau menuntun manusia ke jalan terang dan menemukan kebijaksanaan”.(Reg Veda Samhita.1.50.8).

Joseph Fraunhoufer, seorang Fisikawan terkemuka mengatakan bahwa spektrum matahari ada tujuh sinar warna: merah, jingga,kuning, hijau, biru, nila dan ungu sesuai dengan Reg Veda). Setelah sembah kepada Betare Surya penguasa matahari, maka mulailah sembah berikutnya yang ketiga dan keempat menggunakan sarana kwangen yg merupakan representasi Tuhan dalam bentuk Omkare yang ditujukan kepada Betare Brahma, Wisnu, Siwa dan kepada Betare Samu Daye.

Dalam fase ini sudah menyentuh tahapan siklus kehidupan ( utpathi, sthiti, pralina) dan seluk beluk kehidupan itu sendiri, maka tentu saja para Dewata dan unsur alam yang mulai ada, diberikan penghormatan, sebab manusia itu sendiri tidak bisa ada berdiri tanpa alam dan merupakan bagian dari alam itu sendiri. Dalam sembah ini Tuhan dinyatakan sebagai Ardhanareswari, yang merupakan bagian dari maskulinum dan feminim secara bersamaan. Ini merupakan penghormatan pada laki2 dan perempuan tanpa diskriminasi dan hegemoni gender.

Setelah kehidupan datang maka manusia secara kecendrungan alamiah akan berharap suatu kemakmuran dan kelangsungan dunia yang damai. Maka sembah berikutnya mohon anuggrah.Rasa syukur itupun dipanjatkan dalam bentuk doa dan sarana upakara, sebab dahulukala Prajapati juga menciptakan dunia dengan menggunakan badan_Nya sebagai Yadnya ( dlm Purusha Sukta dan Begawad Gita).

Memuliakan alam dengan cara seperti ini, merupakan langkah nyata untuk memelihara keberlangsungan hidup semua mahluk. Maka janganlah memusuhi dan menaklukan alam apalagi merusaknya karena kita semua bagian dari alam itu sendiri. Sembah dalam tataran ini berbicara dalam konteks ini. Terakhir adalah kembali ke sembah puyung ( ke Nirguna Brahman) sekali lagi.

Albert Einstein pernah menyatakan bahwa benda padat termasuk manusia sejatinya isinya adalah ruang hampa. Maka memahami hakekat kehampaan adalah memahami hakekat kehidupan. Di India ada sebuah gerakan yang menyatakan angka Nol ( 0 ) ketidak terhinggaan yang mewakili Mahamutlak (Tuhan) atau Kebenaran itu sendiri dan jumlah yang tak terhingga ini merupakan manifestasi_Nya dari realitas itu sendiri.

“Maka sejatinya kita akan kembali kepada kekosongan itu sendiri ke Nirguna Brahman. Itulah sembah terakhir, dari puyung ( kosong) akan kembali ke yang kosong. Itulah awal dan akhir dari Cosmos,”tutup Kakyang Rai.

(072)

842

Check Also

Pembiaran Berujung Kasus

Denpasar, Senin  30  Juni  2025 Pembiaran Berujung Kasus   Akademisi Universitas Udayana, Prof. Made Arya …

indonesiaexpose.co.id

Denpasar, Senin  30  Juni  2025 85