Denpasar, Sabtu 10 November 2018
Penggunaan antibiotik dihabiskan sesuai anjuran dokter
BALI, INDEX – Disampaikan oleh Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI Anung Sugihantono usai acara bahwa antibiotika jenis Tetrasiklin sudah tidak mampu membunuh kuman yang ada di lingkungan. Setelah ditelusuri ternyata Tetrasiklin klorampenikol yang dulunya digunakan untuk obat Tipus yang merupakan salah satu jenis antibiotik ini kerap digunakan untuk pencegahan oleh orang – orang aspek peternakan.
“Yang kami yakini karena bakteri. Kami itu memberinya tetrasiklin tapi sudah tidak mampu membunuh kuman yang saat ini ada diligkungan kita,” ujarnya kemarin.
Jadi, ayam – ayam itu dikasih antibiotik supaya nggak gampang sakit menurut persepsinya mereka, lanjutnya. Nah, akhibatnya sekarang dengan konsumsi ayam yang semakin meningkat, residu tetrasiklin tersebut ada ditubuhnya ayam juga terkonsumsi manusia. Sehingga menurutnya semakin lama masyarakat sudah diinisiasi dengan hal tersebut. Akhibatnya kuman yang tadinya mati berubah jadi kebal.
“Harus ganti Ampisolin, amoksisilin. Dan sekarang sudah ganti lagi menjadi apa yang kita kenal dari golongan cevalo klorin. Antibiotiknya kan makin lama makin mahal,” ungkapnya.
Di dunia peternakan hampir 100 persen disebutnya menggunakan antibiotik. Tingginya penggunakan antibiotik di dunia peternakan ini juga dipengaruhi oleh sales-nya. Yang notabene 80 persen saleanya bukanlah orang kesehatan hewan dan bukan pula kesehatan manusia.
Selain itu kebiasaan masyarakat yang tidak menghabiskan resep yang dianjurkan dokter terkait antibiotika juga menjadi salah satu penyebab masalah resistensi ini. Kepatuhan yang dinilai rendah oni menyebabkan efek lain. “Ini teman – teman ya, kalau dikasih antibiotik kan pasti 12 sampai 20 tablet. Bener nggakkalau tiga hari, dua hari badan kita sudah enak. Diminum habis nggak. Nah itulah,” paparnya.
Sehingga apabila nantinya jatuh sakit, harus ada tambahan dosis lagi supaya tidak resisten. (Tri)