NTB, INDEX  – Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menggelar perkara kasus dugaan korupsi di Bank NTB Cabang Dompu terkait tahapan pemenuhan alat bukti kerugian negara dalam pencairan kredit fiktif.

Ekspose kasus oleh penyidik kejaksaan digelar bersama aparat pengawasan intern pemerintah?(APIP) yakni Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.

“Jadi ekspose ini sekaligus untuk evaluasi penyidikan kasusnya, sejauh mana tahap perkembangan penanganan penyidik,” kata Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Senin.

Dalam ekspose kasus yang mulai digelar pada Senin (28/1) pagi, di gedung Pidana Khusus Kejati NTB itu, hadir dari pihak penyidik jaksa, Aspidsus Kejati NTB Ery Ariansyah Harahap dan juga dari BPKP, yang diwakili Koordinator Pengawas Investigasi BPKP Perwakilan NTB Adi Sucipto.

Terkait dengan hasil ekspose dengan pihak Kejati NTB, BPKP NTB akan mulai melakukan perhitungan kerugian negaranya berdasarkan bahan yang telah diperoleh dari penyidik jaksa.

“Tindak lanjutnya, kita akan lakukan audit. Tapi itu akan segera dilakukan setelah kita terbitkan SK untuk tim audit,” kata Adi Sucipto.

Lebih lanjut, dia memprediksi audit kerugian negara ini akan bisa selesai dalam beberapa pekan ke depan.

Kasus korupsi dalam dugaan pencairan kredit fiktif ini sudah ada dua tersangka, yakni Kepala Bank NTB Cabang Dompu berinisial SR dan pihak penerima kredit modal kerja dari perusahan berinisial PDM, berinisial SUR.

Dalam dugaan sementara, keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena berperan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam pencairan kredit bernilai miliaran rupiah tersebut.

Salah satu alat bukti yang mendorong kasusnya ditingkatkan ke tahap penyidikan dan dilanjutkan dengan penetapan tersangka, yakni adanya temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait aliran dana yang tidak sehat senilai Rp6,2 miliar.

Dari data yang diperoleh, nominal Rp6,2 miliar muncul dari lima bentuk transaksi yang mengalir ke pihak debitur secara bertahap, mulai dari pencairan Rp3 miliar, Rp1,5 miliar, Rp1 miliar, Rp500 juta, hingga Rp200 juta.

Aliran dananya diduga masuk kepada oknum pejabat BPD NTB maupun pihak ketiga yang berperan sebagai mitra perbankan. Bahkan, terendus modus pencairannya yang tidak prosedural alias melanggar kesepakatan kontrak dengan mitra perbankan.

Dalam perkembangan kasus pencairan kredit dari bank pembangunan daerah ini, muncul dugaan perbuatan pidana baru yakni adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Untuk kasus dugaan TPPU, Kejati NTB telah menetapkan dua tersangka yang salah satu di antaranya turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencairan kredit fiktif, yakni SUR, direktur perusahaan PDM.

Selain SUR, komisaris perusahaan berinisial TS juga ditetapkan sebagai tersangka.(Ant)