Denpasar, Sabtu 31 Agustus 2019
Jaga Persatuan dan Kesatuan, Yayasan Veda Agni Prayascita gelar Doa bersama Lintas Agama
BALI, INDEX – Yayasan Veda Agni Prayascita menggelar doa bersama lintas agama dalam rangka menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan NKRI yang berlangsung di lapangan di Lapangan Lumintang, Denpasar-Bali, Sabtu (31/8/2019)sore .
Dr. I Gusti Ngurah Rai Sutanegara, S Ked., MH mengatakan, Bencana di Bali seperti erupsi Gunung Agung kemudian disusul beberapa kali gempa yang mengguncang Bali. Sementara dalam skala nasional, ada kerusuhan di Papua, menjadi alasan kuat mengapa doa bersama lintas agama secara nasional perlu dilangsungkan dengan harapan kondisi dan situasi masyarakat kembali kondusif.
” Kegiatan doa bersama lintas agama diberi nama ‘Maha Santih Puja/Doa Bersama Lintas Agama’. Kegiatan ini juga sebagai rasa puji syukur suksesnya Pilres 2019 dan menyongsong Pilkada Serentak 2020, serta berdoa untuk bumi dan alam semesta beserta isinya, tambah Pinandita Agni Kadek Aryawan selaku Ketua Panitia Kegiatan,” ungkap pria yang akrap disapa Aji Rays kepada awak media ,di Denpasar-Bali, Sabtu (31/8/2019).
Menurutnya, keseimbangan alam nampak terus terganggu, dengan banyaknya bencana alam di berbagai daerah di Indonesia. Demikian pula gejolak masyarakat kian mudah tersulut karena isu rasis dan isu-isu politik pascapilpres dan jelang Pilkada serentak yang memantik situasi semakin panas.
” Guna mewujudkan keseimbangan dan kedamaian alam semesta, kegiatan doa bersama ini sangat penting dilaksanakan oleh seluruh lintas agama,” tuturnya.
Puja Kebangsaan ini, sebagai penghayatan untuk menyeimbangkan alam sekala dan niskala di Bali dan Indonesia pada umumnya. Sehingga, Puja Kebangsaan ini dilaksanakan dengan memohon pengampunan kepada Ibu Pertiwi dan alam semesta, dengan harapan semoga alam Bali dan Nusantara damai dalam bingkai kebinekaan.
Puja Kebangsaan ini, juga menghadirkan langsung Wali Kota Denpasar, Ida Bagus Rai Dharma Wijaya Mantra, bersama unsur kepolisian, Dinas Perhubungan, Sat Pol PP dan FKUB. Banyak elemen umat yang dilibatkan, seperti Yayasan Angel Hert Bali, Yayasan Tali Kasih, Alumni STM Rekayasa th 93, Pasraman Taksu Saraswati Badung, Pasraman Bali Dwipa,Sarwa Dharma Ashram, Pooja Sai Asram,Suka Duka Santhi Nirwana, umat Budha,Islam, Kristen, Konghucu, Veda Agni Prayascita, Komunitas Peduli Umat Dalung, Perguruan Shidik Bhudi Suci,Perguruan Titip Kahuripan, Nuswantoro,Noto Ahlak, Udan Deres, Pekat dan Persatuan Pasraman Indonesia.
Menurut pria yang akrab dipanggil Jro Mangku Gimbal, kegiatan ini mengusung tema’Doa Bersama Lintas Agama Dalam Kebhinekaan Untuk Persatuan Kesatuan Bangsa dan Negara Indonesia.
” Gagasan untuk mengadakan doa bersama ialah untuk mendoakan bumi Bali supaya aman dari marabahaya yang dapat mengancam kehidupan masyarakat. Sesuai tersurat dalam Sastra Hindu-Bali, apabila terjadi bencana hendaknya dilakukan doa dan persembahyangan bersama untuk mengatasi energi negatif di alam,” jelas Jro Mangku Gimbal
Konsep Homatraya ini terdiri dari Homa Vajrakilaya, Homa Puja atau Agni Hotra, dan Homa Jambhala Samadhi. Homa Vajrakilaya dilaksanakan oleh praktisi spiritual dari Sangga Budhaireng, sebuah padukuhan yang menggelar kegiatan spiritual di lereng selatan Gunung Agung. Sementara untuk Homa Agni Hotra dilaksanakan oleh praktisi spiritual lainnya dari sejumlah pasraman. Sementara masyarakat umum lintas agama lainnya, mengambil peran Homa Jambhala Samadhi di garis terluar.
Bagian inti dari pelaksanaan Puja Kebangsaan ini, yakni Homa Vajrakilaya, dilakukan dengan formulasi ritual hasil penggalian bertahun-tahun dari para Praktisi Vajrajnana Sangga Budhaireng.
Homa Vajrakilaya, memanfaatkan sebuah kunda sebagai titik sentral penciptaan. Melalui ajaran luhur para leluhur masa lampau, para praktisinya mampu menciptakan inti api hanya dengan satu dupa.
“Pada tengah-tengah perhelatan acara, akan dihidupkan api sebagai simbol membangkitkan energi pertiwi. Dengan demikian semua hal negatif di alam semesta, akan ditarik dan didoakan bersama-sama. Harapannya tidak ada lagi unsur negatif di Bali dan turut membawa vibrasi baik bagi Nusantara,” imbuhnya.
Kresna Dwaja menambahkan, wujud kolaborasi ritual Puja Kebangsaan ini, menjadi bentuk kerjasama kegiatan spiritual yang efektif dan menarik. Terlebih di Bali, yang begitu dikenal tersohor dalam dunia spiritnya. Karena kolaborasi kegiatan ini memiliki landasan filsafat, lelaku dan ritual sesuai filosofi tradisi umat Hindu Bali yang sejalan dengan tujuan upacara dan kegiatan Puja Kebangsaan itu sendiri, baik secara sekala maupun niskala.
” Melihat begitu luhurnya ajaran Bali Kuno, masyarakat bisa menjadikannya sebagai prinsip dasar dalam berkegiatan spiritual. Termasuk menghormati lokal genius ajaran leluhur nusantara, khususnya Bali Kuno yang jauh lebih dulu berkembang dan sudah meletakkan prinsip-prinsip dasar dalam menjaga keseimbangan dan kedamaian alam semesta. Dimana, manusia sebagai poros energi, tentu harus mampu memperlakukan alam butha dan dewa dengan sama baiknya, sejalan dengan warisan tradisi leluhur nusantara,” harap Kresna.
Mengenakan pakaian serba hitam bernuansa klasik khas Bali Kuno sebagai sang Bhirawa dan bosana kuning keemasan, khas ajaran Budha Kasogatan, memperlihatkan para praktisinya sebagai pengemban ajaran Siwa-Budha. Sebuah ajaran sempurna yang pernah mengantarkan Nusantara pada masa keemasannya. Mereka, Sang Bhirawa, duduk melingkar di antara kunda itu. Ada delapan Bhirawa Inti yang menempati masing-masing arah mata angin dan satu Bhirawa yang khusus melantunkan Puja Durga, sebagai kiblat setiap lelaku mereka.
Di antara para praktisi Bhirawa Inti inilah, melingkar pula para praktisi spiritual lainnya dari berbagai kelompok spiritual lainnya, pada setiap arah mata angin di belakang Bhirawa Inti. “Inti api yang tercipta dari proses Homa Bali Kuno, khususnya Homa Vajrakilaya dalam ajaran keleluhuran Bali Kuno, selanjutnya digunakan untuk ritual Agni Hotra dalam kaitan Puja Kebangsaan antar umat beragama ini,” kata Pemimpin Sangga Budhaireng, Guru Kresna Dwaja.
Acara ditutup dengan menghidupkan api sebagai simbol membangkitkan energi pertiwi. Dengan demikian semua hal negatif di alam semesta, akan ditarik dan didoakan bersama-sama. Harapannya tidak ada lagi unsur negatif di Bali dan turut membawa vibrasi baik bagi Nusantara.
(070)