Tuesday , July 1 2025
Home / Bali / Desa Adat Gianyar Minta Perlindungan Hukum Polda Bali

Desa Adat Gianyar Minta Perlindungan Hukum Polda Bali

Gianyar, Kamis  11  Februari  2021

 

Desa Adat Gianyar Minta Perlindungan Hukum Polda Bali

 

Pasar umum Gianyar dibangun diatas tanah yang masih dipersoalkan Desa Adat Gianyar

BALI,  indonesiaexpose.co.id  –  Pembangunan Pasar Umum Gianyar, seluas 1,927 hektare tersebut. memuncul permasalahan Tanah Pekarangan Desa. Desa Adat Gianyar kini meminta perlindungan hukum ke Polda Bali terkait permasalahan tanah tersebut.

Bendesa Adat Gianyar Dewa Made Swardana membenarkan jika Desa Adat Gianyar telah mengirimkan surat ke Polda Bali, Senin, 8 Februari 2021 yang ditandatangani dirinya selaku Bendesa Adat Gianyar.

“Surat permohonan perlindungan hukum ini langsung diserahkan pada Kapolda Bali Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra, dua hari yang lalu,” ungkapnya Rabu (10/2/2021).

Surat tersebut juga ditembuskan kepada 13 pihak terkait. Diantaranya, Kementerian Agraria, Gubernur Bali, Pangdam Udayana, Ketua DPRD Bali hingga Bupati Gianyar dan Kantor Pertanahan Gianyar.

Ada 10 poin di surat itu. Terdiri dari riwayat pasar. Dimulai dari Pasar Tenten. Kemudian ada pergeseran 16 krama Gianyar untuk perluasan pasar. Pada poin 10, terindikasi ada upaya ingin menguasai menjadi aset pemerintah daerah atas tanah PKD Desa Adat Gianyar.

Menurutnya, perlindungan hukum itu dimohonkan atas dasar karena sebelum tanah tersebut menjadi Pasar Umum Gianyar, pada tahun 1947 warga yang sebelumnya berjualan di Pasar Tenten (sekarang menjadi Bale Budaya Gianyar), dipindahkan ke lokasi saat ini, dengan tujuan memperluas pasar.

Pemindahan itu terjadi saat pemerintahan swapraja Anak Agung Gde Agung dengan tujuan memperluas pasar, namun masih berstatus Pasar Adat. “Saat pindah ke lokasi saat ini, ada 16 KK yang dipindahkan oleh desa adat ke daerah Kampung Tinggi, warga itu diberikan tanah oleh Desa Adat Gianyar,” ujarnya.

Selanjutnya di tahun 1976-1977 saat pemerintahan Bupati Anak Agung Putra diperluas dengan mengambil lokasi di selatan pasar. Saat itu ada 10 KK dipindahkan ke Jalan Majapahit. Dan, dalam perjalanan waktu, pasar adat ini lantas dipinjam oleh Pemda Gianyar menjadi Pasar Gianyar. “Tanahnya milik adat, tapi bangunannya milik pemerintah,” imbuhnya.

Kemudian oleh Pemkab Gianyar, tanah adat tersebut dimasukkan ke dalam Kartu Inventaris Barang (KIB). Sedangkan semestinya yang masuk KIB hanya bangunannya saja.

“Tapi, tanah desa adat tersebut diklaim adalah tanah negara. Bupati dahulu kan tidak seperti itu. Karena ini tanah adat, makanya ada nota kesepahaman parkir senggol. Ada perjanjian, karena kita punya tanah PKD di sana, supaya ada rasa terimakasih Pemda pada desa adat, makanya diberikan nota kesepahaman pendapatan parkir senggol pembagiannya 65 persen untuk desa adat,” paparnya.

Bahkan, kata dia, permintaan Ketua Bappeda Gianyar untuk acara Ngaruak Karang kepada Bendesa Adat Gianyar selaku pemilik tanah, adalah sebuah pernyataan dan pengakuan bahwa tanah dalam pasar dimaksud adalah tanah PKD atau tanah Druwen Desa Adat Gianyar.

Dan, saat ini Desa Adat Gianyar hendak mengikuti program Presiden Jokowi, yakni Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dengan objek tanah Pasar Umum Gianyar. Namun pada saat yang sama, Pemda justru mengajukan permohonan hak guna pakai atas tanah itu, sehingga pihaknya melayangkan permohonan perlindungan hukum ke Polda Bali.

“Karena ini adalah permohonan dalam satu lokasi, jadi kami tidak bisa melaksanakan PTSL. Kita desa adat sudah bersurat ke BPN, merasa keberatan atas permohonan dari Pemda itu,” sebutnya.

Semestinya, jika memang akan dimohonkan hak guna pakai, desa adat harus dibiarkan mensertifikatkan tanah itu terlebih dulu. “Nanti kalau misalnya Pemda ingin mengajukan hak guna pakai tanah desa adat itu, harus berbicara dulu dengan desa adat,” tukasnya.

Atas permasalahan tersebut, pihaknya menilai Pemda tidak mengerti sejarah. Mereka justru menglaim tanah tersebut milik puri, dan tidak mau mencabut permohonan tersebut.

“Klaim itu bisa dipatahkan, kalau itu dikatakan Pasar Puri, dahulu Puri itu keratonnya di Kelurahan Beng. Tahun 1771, keraton pindah ke Gianyar. Sebelum pindah ke Gianyar ini, di Gianyar sudah ada masyarakat adat,” jelasnya.

Maka dari itu, pihaknya pun akan terus memperjuangkan tanah tersebut. Namun jika memungkinkan, pihaknya tetap ingin menyelesaikan permasalahan tersebut secara damai dengan musyawarah dan mufakat. Sehingga pihaknya memohon perlindungan hukum ke Polda Bali, agar dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut.

“Desa adat sudah mengalah. Malahan desa adat mengapresiasi pembangunan pasar itu. Pakai saja tanah desa adat itu, tapi berikan kami mensertifikatkan, sebab kami ingin melaksanakan program Presiden Jokowi,” pungkasnya.

Di sisi lain, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Gianyar Luh Eka Suary, belum bisa berkomentar soal surat desa adat ke Polda Bali tersebut. “Saya masih rapat,” ujarnya singkat.

Sementara itu, proyek pembangunan pasar umum Gianyar yang ditangani Tunas Jaya Sanur terus dilakukan. Bahkan, tampak tiang pancang sudah berdiri.

(072)

532

Check Also

Renungan Joger

Bali, Selasa  01  Juli  2025 Renungan  Joger 63

Pembiaran Berujung Kasus

Denpasar, Senin  30  Juni  2025 Pembiaran Berujung Kasus   Akademisi Universitas Udayana, Prof. Made Arya …